SPEED LIMITER
Untuk alasan Safety, mobil dan motor mulai dipasang Speed Limiter yang
tujuannya agar kendaraan tersebut tidak dapat berjalan melebihi
kecepatan yang ditentukan. Umumnya penerapan Speed Limit ini diatur oleh
regulasi dari negara dimana kendaraan itu diperjual belikan.
Speed Limiter, bekerja berdasarkan sensor kecepatan kendaraan (Vehicle
Speed Sensor), yang kemudian apabila terdeteksi kecepatan melebihi batas
yang ditentukan, pada mesin injeksi, ECU akan memutus jalur bahan bakar
(Fuel Cut Off) atau ada juga yang menginterupsi pengapian. Bahkan
pabrikan mobil kencang Eropa: Mercedes, Audi dan BMW sepakat membatasi
top speed limit pada 250km/h (155mph), sementara Porsche tidak mau ikut
“klub 155″ itu.
REV LIMITER
Rev Limiter bertujuan untuk membatasi putaran mesin, agar mesin tidak
berjalan melebihi batas RPM (Rotation Per Minute) yang ditentukan
pabrikan mesin disesuaikan dengan karakter mesin itu sendiri.
Umumnya batas putaran mesin (Rev Limit) berkisar antara 6500 –
7500rpm tergantung dari pabrikan mesin. Mendekati angka tersebut,
biasanya pada Tachometer (indikator kecepatan puaran mesin) diberi tanda
/ bidang merah, atau sering disebut RED LINE. Dengan maksud agar driver
tidak menjalankan mesin pada Red Line (putaran mesin terlalu tinggi).
Putaran mesin yang terlalu tinggi akan mengakibatkan kerusakan mesin yang cukup serius, disinilah fungsi Rev Limiter.
Sama dengan Speed Limiter, Rev limiter akan memutuskan jalur bahan bakar
(fuel cut off) atau ada juga yang menginterupsi sistem pengapian,
sehingga putaran mesin dapat diperhambat agar tidak menimbulkan
kerusakan komponen.
Seperti yang diceritakan di atas, banyak yang tertarik untuk membuang
fungsi Rev Limiter agar mesin dapat berputar tanpa dibatasi.
Cara tersebut tidak tepat, mengapa?
Setiap mesin punya grafik Power dan Torque yang berbeda-beda sesuai dengan spesifikasi mesinnya.
Grafik tersebut tentunya bisa didapat dengan alat DynoTest.
Mobil tersebut sedang melakukan DynoTest untuk mencari karakter mesin
yang baru saja dipasang unit Turbo. Diharapkan akan diperoleh data pada
putaran mesin berapa rpm Power dan Torque maksimalnya.
Pada grafik di bawah terlihat bahwa sebelum dipasang unit Turbo (keadaan
mesin standar), Powernya adalah 110.6HP pada 6300rpm, dan semakin
tinggi Power malah semakin menurun.
Terlihat juga pada grafik di atas, ketika unit turbo dipasang,
didapat Power sebesar 207.2HP pada 4600rpm, semakin tinggi putaran mesin
terlihat tenaga mesin menurun drastis.
Sekarang kita lihat mobil super yang dibangun rekan saya untuk event dragrace.
pada grafik di bawah, terlihat Power sebesar 400HP pada 6300rpm, putaran mesin lebih tinggi tenaga kembali menurun.
Nah dengan panduan DynoTest, pabrikan menetapkan point Rev Limiter
sesuai dengan karakter Peak Power & Torque dari mesin tersebut.
Jadi tidak berarti putaran mesin makin tinggi adalah semakin baik atau semakin kencang. Terbukti kurva power malah turun.
Para tuner / pemodifikasi mesin, mengaplikasikan berbagai performance
parts, mulai dari knalpot (termasuk header, downpipe hingga muffler),
fuel pump, injector, sistem pengapian, camshaft, engine management,
penyetelan cam, mengurangi bobot crankshaft, dan sebagainya sesuai
dengan target yang diharapkan.
Setelah semua unit terpasang, melalui pengukuran DynoTest akan didapat
karakter mesin tersebut akan mengeluarkan daya dan torsi (Power &
Torque) pada rpm berapa, bagaimana kurvanya, boost pada rpm berapa dan
sebagainya.
Dari data tersebut, sang tuner / modifikator akan melakukan adjustment dan optimalisasi.
Adjustment bisa dengan cara menambahkan Piggyback ECU, atau ada juga
yang meReMap ECU, termasuk juga menggeser point Rev Limiter apabila diperlukan.
Pada dashboard sering ditambahkan tachometer tambahan yang dilengkapi
lampu peringatan untuk mengganti gigi pada rpm yang telah diset
sebelumnya. Ini sangat membantu, karena kita akan pindah gigi pada
putaran mesin yang optimal (berdasarkan data hasil DynoTest).